Hari ini aku berangkat menuju kampus seperti biasa. Kusempatkan untuk mampir melihat keberadaanmu sebelum menuju kelasku. Namun, tak kutemui keberadaanmu disana. Dengan kecewa dan sedikit harapan, aku menuju kelas. Mungkin nanti siang dia ada.
Siangnya aku kembali menuju tempat dimana kau biasanya membunuh waktu sebelum mata kuliah selanjutnya. Namun lagi-lagi, tak kutemui dirimu disana. Aku menghela nafas berat. Kamu dimana, sih? Aku kangen tau! Runtukku dalam hati.
Hari ini aku pulang tanpa bertemu denganmu.
Begitupun 3 hari setelahnya. Sosokmu bahkan seperti tak pernah ada di lingkungan kampus ini. Aku khawatir dan sedih. Takut kalau terjadi sesuatu kepadamu. Rasanya hari-hariku kelabu tanpa adanya sosokmu. Aku rindu. Kamu tahu itu? Ingin rasanya aku menanyakan kabarmu, tapi niat itu tak pernah kulakukan. Kesadaran diriku masih bersamaku.
Lalu hari itu, aku melihatmu. Berbeda sekali ketika terakhir aku menatapmu. Penampilanmu lebih terlihat 'wah'. Aku terpesona, dan kuakui itu. Senyummu masih sama, dan tatapanmu masih memberikan kedamaian. Aku terbuai oleh pesonamu.
Lama aku memandangi wajahmu dari kejauhan. Sedikit melamun karna khayalan konyol itu tiba-tiba terpikir olehku. Saat aku tersadar, kau sudah menghilang. Lagi. Kau seperti menghindari diriku.
Entah mimpi apa aku semalam. Hari ini aku melihatmu dalam jangka waktu yang lama. Kau tidak lagi menghindariku. Dan aku menangkap kau sedang melirik kearahku. Apakah kau tertarik? Atau ada yang aneh pada diriku? Aku menggelengkan kepala saat merasa bahwa tak ada yang aneh di diriku. Aku tersenyum. Sepertinya dia mulai tertarik. Senyumku makin mengembang.
Hari Kamis memang hari yang melelahkan bagiku. Pukul 18.00 aku masih berada di kampus. Setelah selesai mata kuliah terakhir, aku langsung menuju perpustakaan untuk meminjam beberapa buku, dan mencari tempat yang nyaman untuk mengerjakan tugas, Memang salahku mengulur waktu mengerjakan tugas, sehingga kelabakan saat sudah dikejar deathline.
Akhirnya tugas ini selesai juga! Desahku lega, Aku bisa pulang dan tidur dengan nyenyak karena tak ada beban untuk besok. Segera ku bereskan buku dan alat tulis yang berserakan. Memasukkannya dengan asal kedalam tas lusuhku, Aku menuju parkiran untuk mengambil sepeda bututku.
Suasana remang-remang disepanjang jalan menuju parkiran sepeda. Tapi aku masih bisa melihat wajah orang yang lalu lalang.
Aku berjalan menunduk dan tak menyadari seseorang yang berdiri didepanku. Tabrakan kecil itu terjadi. Aku mendongak untuk melihat orang tersebut. Dan terkejut.
OH MY GOD! AKU MENABRAK DIA!
Dengan kikuk dan berdebar, aku meminta maaf.
"Ng.. Ma..maaf kak.. Saya ngga sengaja."
"Iya, ngga apa-apa. Kamu mau pulang?" Ka-mu? Dia bilang kamu? Huaaa....
"Ng.. i..iya, kak, hehe." Aku terkekeh kecil. "Permisi, Kak."
"Iya. Hati-hati, ya." Dia tersenyum. Yaampun! Aku melihat senyuman itu dari jarak sedekat ini. Ya Tuhaaan...
Aku tersenyum sambil terus berjalan menjauhi tempat kami berdiri tadi. Bodoh! Harusnya aku tetap disitu. Senyuman dia benar-benar....Ya Tuhaaan, sadarkan Hamba-Mu ini huuuh..
Aku menghela nafas kasar. Hari yang panjang, melelahkan dan menyenangkan.
Esoknya aku berangkat dengan perasaan riang. Teringat kembali bagaimana kronologi insiden kecil itu. Senyumku seakan tak mau lepas. Sampai dikelas pun aku masih tersenyum. Mata kuliah hari itu terasa seperti menonton drama percintaan. Terasa menyenangkan.
Siapa sangka aku bisa bertemu lagi dengannya? Percakapan yang kami lakukan bahkan lebih lama dari kemarin. Aku semakin yakin bahwa kau tertarik kepadaku. Atau mungkin itu hanya hiburan? Entahlah. Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
Ternyata waktu berpihak kepadaku. Dari insiden kecil dan percakapan setelahnya, kau mulai menampakkan perasaanmu padaku. Kalau bukan tertarik, kenapa kau bersikap lembut kepadaku? Kalau kau tak tertarik kepadaku, kenapa kita berbalas pesan dan menanyakan hal yang tak penting? Kuharap, ini bukan hanya sekedar khayalan dan perasaan bodohku saja.
Aku sedang duduk sendiri didepan kelas. Tiba-tiba kau datang dan duduk disebelahku. Ini bukan pertama kalinya kita duduk bersebelahan, tapi hatiku selalu berdebar.
"Lo tau, gue masih sering deg-deg-an pas lo duduk disamping gue." Ucapku jujur.
Dia tertawa.
"Masa? Kan kita udah sering duduk begini." Dia membenarkan rambutnya asal.
"Yaa gue juga ngga tau. Tanya hati gue lah, kenapa masih sering deg-degan begini. Ahahhaa.."
Kami tertawa.
"Oh iya, Gue denger disini ada tempat nongkrong yang asyik, ya?"
"Dimana?" Tanyaku.
"Daerah arah rumah lo. Katanya kekinian banget tempatnya."
"Masa? Gue baru tau hahhaa"
"Ngga gaul lo"
"Da aku mah bukan anak gaul kakaaak" Ini menggelikan. Sikapku benar-benar menggelikan.
"Sini om ajarin gaul. Eh.. ahahah"
"Anjir! Horor lo."
"Canda kali. Eh iya, ayo kita cobain tempat kekinian itu. Biar lo gaul abiez"
"Ogah ah, dompet gue lagi musim kemarau."
"Selooow. Dompet gue baru di reboisasi kemaren."
"Wuihh di traktir inimaah."
"Kagalah. Bayar sendiri."
"Anjir. Yaudah lo berangkat sendiri aja. Biar gaul sendiri"
"Hahaha... canda. Tenang aja, dompet gue, dompet lo juga. Dompet kita."
"Ki-ta?" Aku menatap heran.
"Iya. Aku dan kamu samadengan kita." Dia tersenyum. Tulus.
"Aku? Kamu? Kita? Kok lo aneh sih, kak?"
Tenang. Aku ngga boleh kesenengan dulu. Entar jatuhnya sakit. Oke, keep calm.
"Ah, masa lo ngga paham, sih? Ah ngga seru ahh.."
Dia memasang tampang cemberut. Dan itu lucu.
"Ya gue ngga paham kalau lo ngga ngejelasin, kak."
"Ntaran juga lo tau kok. Besok jadi, kan? Eh iya, gue ada kelas, nih. Duluan, ya."
Dia berdiri dan membersihkan debu di celananya.
"Oke. Ntar gue kabarin."
Dia tersenyum. Mengusap puncak kepalaku, lalu berjalan menjauh. Aku bagaikan tersengat listrik.
Ya Tuhaaan...
Mungkin omong kosong dari cerita iseng ini cukup bikin gue senyum-senyum sendiri. Tapi gue rasa, khayalan iseng ini harus diselesaikan sampai disini. Gue takut ceritanya makin melenceng dan menyebabkan sebuah keinginan untuk terealisasikan menjadi kenyataan semakin menjadi. So, sekian.
Siangnya aku kembali menuju tempat dimana kau biasanya membunuh waktu sebelum mata kuliah selanjutnya. Namun lagi-lagi, tak kutemui dirimu disana. Aku menghela nafas berat. Kamu dimana, sih? Aku kangen tau! Runtukku dalam hati.
Hari ini aku pulang tanpa bertemu denganmu.
Begitupun 3 hari setelahnya. Sosokmu bahkan seperti tak pernah ada di lingkungan kampus ini. Aku khawatir dan sedih. Takut kalau terjadi sesuatu kepadamu. Rasanya hari-hariku kelabu tanpa adanya sosokmu. Aku rindu. Kamu tahu itu? Ingin rasanya aku menanyakan kabarmu, tapi niat itu tak pernah kulakukan. Kesadaran diriku masih bersamaku.
Lalu hari itu, aku melihatmu. Berbeda sekali ketika terakhir aku menatapmu. Penampilanmu lebih terlihat 'wah'. Aku terpesona, dan kuakui itu. Senyummu masih sama, dan tatapanmu masih memberikan kedamaian. Aku terbuai oleh pesonamu.
Lama aku memandangi wajahmu dari kejauhan. Sedikit melamun karna khayalan konyol itu tiba-tiba terpikir olehku. Saat aku tersadar, kau sudah menghilang. Lagi. Kau seperti menghindari diriku.
Entah mimpi apa aku semalam. Hari ini aku melihatmu dalam jangka waktu yang lama. Kau tidak lagi menghindariku. Dan aku menangkap kau sedang melirik kearahku. Apakah kau tertarik? Atau ada yang aneh pada diriku? Aku menggelengkan kepala saat merasa bahwa tak ada yang aneh di diriku. Aku tersenyum. Sepertinya dia mulai tertarik. Senyumku makin mengembang.
Hari Kamis memang hari yang melelahkan bagiku. Pukul 18.00 aku masih berada di kampus. Setelah selesai mata kuliah terakhir, aku langsung menuju perpustakaan untuk meminjam beberapa buku, dan mencari tempat yang nyaman untuk mengerjakan tugas, Memang salahku mengulur waktu mengerjakan tugas, sehingga kelabakan saat sudah dikejar deathline.
Akhirnya tugas ini selesai juga! Desahku lega, Aku bisa pulang dan tidur dengan nyenyak karena tak ada beban untuk besok. Segera ku bereskan buku dan alat tulis yang berserakan. Memasukkannya dengan asal kedalam tas lusuhku, Aku menuju parkiran untuk mengambil sepeda bututku.
Suasana remang-remang disepanjang jalan menuju parkiran sepeda. Tapi aku masih bisa melihat wajah orang yang lalu lalang.
Aku berjalan menunduk dan tak menyadari seseorang yang berdiri didepanku. Tabrakan kecil itu terjadi. Aku mendongak untuk melihat orang tersebut. Dan terkejut.
OH MY GOD! AKU MENABRAK DIA!
Dengan kikuk dan berdebar, aku meminta maaf.
"Ng.. Ma..maaf kak.. Saya ngga sengaja."
"Iya, ngga apa-apa. Kamu mau pulang?" Ka-mu? Dia bilang kamu? Huaaa....
"Ng.. i..iya, kak, hehe." Aku terkekeh kecil. "Permisi, Kak."
"Iya. Hati-hati, ya." Dia tersenyum. Yaampun! Aku melihat senyuman itu dari jarak sedekat ini. Ya Tuhaaan...
Aku tersenyum sambil terus berjalan menjauhi tempat kami berdiri tadi. Bodoh! Harusnya aku tetap disitu. Senyuman dia benar-benar....Ya Tuhaaan, sadarkan Hamba-Mu ini huuuh..
Aku menghela nafas kasar. Hari yang panjang, melelahkan dan menyenangkan.
Esoknya aku berangkat dengan perasaan riang. Teringat kembali bagaimana kronologi insiden kecil itu. Senyumku seakan tak mau lepas. Sampai dikelas pun aku masih tersenyum. Mata kuliah hari itu terasa seperti menonton drama percintaan. Terasa menyenangkan.
Siapa sangka aku bisa bertemu lagi dengannya? Percakapan yang kami lakukan bahkan lebih lama dari kemarin. Aku semakin yakin bahwa kau tertarik kepadaku. Atau mungkin itu hanya hiburan? Entahlah. Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
Ternyata waktu berpihak kepadaku. Dari insiden kecil dan percakapan setelahnya, kau mulai menampakkan perasaanmu padaku. Kalau bukan tertarik, kenapa kau bersikap lembut kepadaku? Kalau kau tak tertarik kepadaku, kenapa kita berbalas pesan dan menanyakan hal yang tak penting? Kuharap, ini bukan hanya sekedar khayalan dan perasaan bodohku saja.
Aku sedang duduk sendiri didepan kelas. Tiba-tiba kau datang dan duduk disebelahku. Ini bukan pertama kalinya kita duduk bersebelahan, tapi hatiku selalu berdebar.
"Lo tau, gue masih sering deg-deg-an pas lo duduk disamping gue." Ucapku jujur.
Dia tertawa.
"Masa? Kan kita udah sering duduk begini." Dia membenarkan rambutnya asal.
"Yaa gue juga ngga tau. Tanya hati gue lah, kenapa masih sering deg-degan begini. Ahahhaa.."
Kami tertawa.
"Oh iya, Gue denger disini ada tempat nongkrong yang asyik, ya?"
"Dimana?" Tanyaku.
"Daerah arah rumah lo. Katanya kekinian banget tempatnya."
"Masa? Gue baru tau hahhaa"
"Ngga gaul lo"
"Da aku mah bukan anak gaul kakaaak" Ini menggelikan. Sikapku benar-benar menggelikan.
"Sini om ajarin gaul. Eh.. ahahah"
"Anjir! Horor lo."
"Canda kali. Eh iya, ayo kita cobain tempat kekinian itu. Biar lo gaul abiez"
"Ogah ah, dompet gue lagi musim kemarau."
"Selooow. Dompet gue baru di reboisasi kemaren."
"Wuihh di traktir inimaah."
"Kagalah. Bayar sendiri."
"Anjir. Yaudah lo berangkat sendiri aja. Biar gaul sendiri"
"Hahaha... canda. Tenang aja, dompet gue, dompet lo juga. Dompet kita."
"Ki-ta?" Aku menatap heran.
"Iya. Aku dan kamu samadengan kita." Dia tersenyum. Tulus.
"Aku? Kamu? Kita? Kok lo aneh sih, kak?"
Tenang. Aku ngga boleh kesenengan dulu. Entar jatuhnya sakit. Oke, keep calm.
"Ah, masa lo ngga paham, sih? Ah ngga seru ahh.."
Dia memasang tampang cemberut. Dan itu lucu.
"Ya gue ngga paham kalau lo ngga ngejelasin, kak."
"Ntaran juga lo tau kok. Besok jadi, kan? Eh iya, gue ada kelas, nih. Duluan, ya."
Dia berdiri dan membersihkan debu di celananya.
"Oke. Ntar gue kabarin."
Dia tersenyum. Mengusap puncak kepalaku, lalu berjalan menjauh. Aku bagaikan tersengat listrik.
Ya Tuhaaan...
Mungkin omong kosong dari cerita iseng ini cukup bikin gue senyum-senyum sendiri. Tapi gue rasa, khayalan iseng ini harus diselesaikan sampai disini. Gue takut ceritanya makin melenceng dan menyebabkan sebuah keinginan untuk terealisasikan menjadi kenyataan semakin menjadi. So, sekian.
No comments:
Post a Comment