Pages

Monday, July 25, 2016

"Hahhahaha"

Aku tertawa keras, melepaskan tawa yang sedari tadi kutahan mati-matian. Tingkah nya memang menggemaskan, hingga tak heran dia menjadi salah satu orang yang sering di jahili oleh teman-temanku.

"Oke cukup kawan. Hari ini kita sudah terlalu banyak tertawa" ujarku menyudahi tawa kami. Serentak semuanya berhenti tertawa dan hanya tersenyum geli melihat ke arahnya.

Aku berjalan mendekatinya. Kubantu dia untuk bangun dari duduknya. "Lo ngga apa-apa, kan?" tanyaku dengan lembut.

Terlalu lembut sampai dapat menutupi iblis jahat yang sedang tertawa sinis.

"Ngga. Gue ga apa." ucapnya singkat yang malah membuat iblis itu tertawa semakin keras dalam hati.

"Baguslah. Gue kira lo lebih lemah dari ini." balasku sinis. Tak mampu lagi kutahan iblis itu untuk mengambil alih otot wajahku.

Kulihat seketika raut wajahnya berubah. Terlalu kaget kah?  Entahlah, aku tak peduli.

"Lo...." ujarnya tertahan sambil mengamatiku.

Sial.
Dia memulainya lagi.

"Apa?" tanyaku datar. "Masih mempertanyakan hal yang sama?"

Dia mengangguk ragu sambil tetap memandangku penuh tanya.

"Sudahlah. Gue males ngulang hal yang sama." terangku sambil berlalu meninggalkannya. Tak lupa kuberikan sebuah tubrukan keras di bahu kirinya, sebagai ucapan selamat tinggal.

"Tunggu!" sergahnya dengan cepat.

Membuatku membalikan tubuh untuk menatapnya lagi. Sedikit terkejut dengan keberanian nya yang masih tersisa.

"Lo masih punya nyali ternyata." senyum sinis kembali kuberikan kepada nya.

"Ya, gue masih punya keberanian. Untuk sebuah kebenaran, gue ngga akan nyerah." jelasnya dengan dingin. Kepercayaan dirinya semakin terlihat.

"Oh ya? Baguslah. Jadi gue punya saingan yang kuat." jawabku dengan senyum mengejek.

"Kenapa? Kenapa lo sejahat ini?" tanya nya dengan tatapan menyelidik.

Aku memandangnya balik dengan sinis. "Lo ngga berhak tau." jawabku singkat.

Kembali kubalikan tubuhku untuk meninggalkannya. Menyusul teman-temanku yang sudah lebih dulu berhambur.

Namun langkahku terhenti lagi.

"Chels, aku minta maaf untuk kesalahanku dulu. Dan maaf yang kesekian kalinya untuk kesalahan yang sama."
Dia membalikkan tubuhku, memaksa untuk menatapnya.

"Cukup. Gue muak." ucapku singkat dan
Benci.

"Ngga. Gue gaakan lepasin lo lagi. Cukup kesalahan itu yang perlu gue sesali, gue gaakan ngulangin hal yang sama."
Dia menggenggam erat tanganku yang entah sejak kapan sudah seperti itu.

"Semua berbeda, Ga." ucapku lemah. Ya, aku terlihat sangat amat lemah jika seperti ini. Kemana iblis yang tadi tertawa keras? Tiba-tiba menghilang disaat yang tak tepat.

"Gue akan balikin perbedaan itu. Kasih gue kesempatan.." ucapnya memohon dengan tulus.

"Sorry. Gue harus pergi." Dengan kuat kulepaskan genggamannya. Namun dia lebih kuat.

"Dengerin aku. Seberapa kuat kamu menolak, sekuat itu pula aku akan menahan kamu pergi. Aku ngga akan ngulang kesalahan yang sama, aku janji dan akan berusaha pegang janji itu. Ya, aku tahu semua berbeda. Aku tahu itu. Karena ngga ada yang sama di dunia ini. Perbedaan itu bukan berarti kita harus berubah. Kita bisa ngelewatin perbedaan itu. Kita harus yakin kalau kita bisa. Cuma itu kuncinya. Keyakinan dan kepercayaan kamu." dengan sekali hembusan napas dia menuangkan semua pemikirannya.

Lagi-lagi aku hanya bisa terdiam. Masih menunggu iblis jahat itu untuk kembali, karena kalau tidak, aku tak akan bisa mampu menahan nya lagi.

"Kita mulai dari awal lagi. Aku akan berusaha memperbaiki semuanya. Asal kamu mau percaya sama aku lagi, Chels."
Sekali lagi dia menggenggam tanganku lembut.

Sama seperti dulu.

Ya, dulu.

Kulepaskan tangannya pelan dengan kehati-hatian.

"Ga, dengerin aku dulu. Aku tahu emang ngga ada yang sama di dunia ini, semua pasti berubah. Kamu, aku, hubungan ini. Bahkan langitpun tak pernah sama setiap harinya. Waktu berubah, manusia berubah. Dulu memang kita bersama, berdua saling mencinta. Tapi itu dulu. Kita masih bersama, tapi tak bisa mencinta. Waktu berubah, begitu pun aku. Dan juga perasaan ini. Sesering apapun kamu minta maaf, sesering apapun kamu menyesali dulu, itu ngga akan merubah perasaan ini. Aku terlanjur kecewa. Aku benci, marah, kesal, semua beradu. Sampai aku lelah dan lebih memilih untuk bebas. Aku bahagia sekarang. Aku bisa tertawa walau terlihat jahat. Tapi aku merasa bebas. Sekarang aku masih bisa berdiri disini, didepan kamu. Aku masih bisa menjelaskan semuanya tanpa tangis. Aku kuat, Ga. Aku berusaha untuk selalu kuat. Dulu mungkin  aku terlalu lemah, tapi itu dulu." kuhembuskan napasku pelan. "Tolong, lepasin aku. Kamu masih bisa hidup tanpaku. Masih banyak yang bisa dan jauh lebih baik untuk gantiin aku. Dan aku percaya itu."

Kutatap lagi matanya untuk terakhir kalinya.

Ya, ini yang terakhir.

"Besok aku harus pergi jauh. Aku harap kamu bisa terus bahagia. Terimakasih dan maaf."

Kulambaikan tanganku dengan senyum tulus.

Bebas, sekarang aku bahagia.

Dan kuharap kaupun demikian.

No comments:

Post a Comment