Hari ini hujan lagi-lagi membasahi bumi.
Entah sudah berapa ribu liter air yang dimuntahkan awan. Saat seperti ini, kopi dan musik adalah teman terbaik yang mampu menemaniku. Perpaduan antara hujan, kopi dan musik, tiga hal yang mampu menarik perhatianku bahkan tanpa perlu kusentuh. Ketiganya memiliki "aroma" tersendiri yang menenangkan.Suasana hujan seperti ini mengingatkanku pada dirinya. Seseorang yang sempat menarik perhatianku. Seseorang yang selalu membuatku penasaran sampai-sampai mataku tak berkedip melihatnya. Beberapa kali pandanganku menangkap sosok dirinya. Entah saat dia sendiri, atau bahkan saat bersama temannya. Bahkan ada satu momen dimana aku dan dirinya berada dalam satu tempat yang berdekatan. Momen dimana rasa penasaranku menguap, terserap energi matahari sesudah hujan.
Aku ingat betul bagaimana suasana hujan kala itu.
Hari itu minggu pertama bulan juni. Kau tergesa-gesa berjalan menuju halte, kupikir kau mungkin takut tertinggal bus yang lewat. Aku duduk disana, memperhatikanmu berjalan cepat menuju halte sedangkan perhatianmu hanya dua, pada jalan dan Handphone ditanganmu. Saat tiba di halte, kau hanya berdiri diam dan tak melepaskan pandanganmu dari layar kotak tersebut. Sedangkan aku, tetap memperhatikanmu, dengan jarak yang lebih dekat dari sebelumnya. Lalu tanpa kusadari, langit mulai menangis. Rintik-rintik kecil itu perlahan menjadi deras. Kudengar kau sedikit mengumpat kesal. Tetesan air hujan mengenai bagian kepalamu, sehingga kau mundur beberapa langkah dari tempat awalmu. Dan aku tetap terpaku melihatmu, melihat sosok punggungmu dengan latar belakang rintikan hujan. Entah sudah berapa lama aku memperhatikanmu sampai kau memutuskan duduk di bangku halte, tak jauh dariku namun aku tak lagi bisa memperhatikanmu karena terhalang sosok tubuh yang lain. Aku menghembuskan napas kecil.
Bosan. Kuputuskan untuk mendengarkan musik agar sedikit mengurangi rasa bosan. Kusetel acak playlist yang ada di hp jadulku, terputarlah alunan piano yang merupakan salah satu favoritku, kiss the rain. Terasa pas dengan suasana hujan saat itu.
Kutengokkan kepala ku kearahmu yang kini tak terhalang apapun. Kau masih sama -tetap terpaku pada layar kotak itu-. Aku masih memandangimu dari tempatku, sama seperti tadi. Lalu kau mendongakkan kepalamu dan menengok kearah kiri, ke tempat dimana aku duduk. Aku terkesiap mendapati kau menatapku. Lalu pandanganmu kembali lagi pada layar sialan itu. Hanya sebentar saja tatapan kita bertemu, namun efek yang dibuat sangat luar biasa. Terasa tak karuan detak jantungku, sedetik kemudian aku tersenyum. Selamat! Kau berhasil menarik perhatianku hanya dengan berdiam diri. Pesonamu..ku akui aku terpesona. Sosok tubuhmu berlatarkan rintikan hujan dan alunan piano yang mengalun indah ditelingaku, semakin membuat semuanya terasa sempurna.
Kuperhatikan lagi dirimu yang kini sedang menerima sebuah panggilan. Tetap dengan ekspresi yang sama kau mengucapkan beberapa kata lalu memutuskan panggilan. Rintik hujan perlahan mulai reda. Cahaya matahari perlahan mulai mengusir kelabu dilangit. Jalan mulai ramai oleh kendaraan roda dua dan kendaraan umum. Bahkan bus yang kutunggu sudah lewat sejak lama. Aku tak peduli, karna pesonamu berhasil mengikatku. Kulihat kau berdiri dan berjalan ke arah pinggir jalan. Lalu sebuah mobil sedan berhenti tepat didepanmu. Sosok lain turun dari mobil itu, berjalan menghampirimu dan mengucap salam sambil menjabat tanganmu. Lalu aku dikejutkan oleh sosok itu yang mencium kedua pipimu. Rasanya hawa dingin hujan tadi mulai terasa, atau bahkan lebih. Tatapanku beku melihat kau bersama sosok itu. Melihat kau tersenyum bahagia bersama sosok itu. Setelah berbicara beberapa lama, kau dan sosok itu bergandengan tangan memasuki mobil. Kau mengambil alih kemudi, lalu melesat meninggalkan halte. Meninggalkan aku yang masih mematung dan cipratan air akibat ban mobilmu. Seketika aku menarik semua pujianku untukmu. Merutuki diriku yang terlalu cepat terpesona hanya dengan memandangmu. Aku khilaf. Berkali-kali aku mengatakan hal demikian. Aku mencopot headset lalu memasukannya kedalam tas. Berjalan menghampiri bus yang berhenti di depan halte. Mencari tempat didekat jendela lalu menghembuskan napas berat. Dan dengan berjalannya bus meninggalkan halte, aku pun mulai melupakan kejadian tadi. Melupakan bagaimana sosok itu mencium kedua pipimu. Melupakan bagaimana kalian tertawa bersama. Melupakan kau menggandeng tangannya. Melupakan bahwa sosok itu sama sepertimu. Physically.
No comments:
Post a Comment