Pages

Friday, September 2, 2016

Dengan penuh keyakinan satu persatu mereka berjalan kearah pintu itu. Satu-satunya pintu yang terbuka. Suasana ramai tadi seketika menghilang, berganti menjadi hening yang cukup menyayat. Aku terpaku disudut, memandang kosong ke depan. Pintu itu perlahan menutup saat orang terakhir berjalan melaluinya. Saat pintu itu benar-benar tertutup rapat, aku baru menyadari, bahwa kini aku benar-benar sendiri.
Kuhembuskan napas berat, lalu berjalan memasuki ruangan yang lebih dalam. Sampai di ujung jalan, tepat dimana aku menemukan pintu yang lain. Kubuka perlahan sambil tetap memandang kebawah. Merasa lelah setelah seharian tertawa. Dan disinilah aku berada, ditempat yang lebih hening dibanding tempat sebelumnya. Kurapatkan punggungku disalah satu sisi, lalu terduduk dengan lemah. Tak ada yang kulakukan, hanya memandang sisi lainnya tanpa ketertarikan. Sekedar menghabiskan waktu. Entah kenapa aku melakukannya. Aku hanya menyukainya.
Lalu waktu berganti. Aku berjalan kearah pintu, tetapi ragu untuk membukanya. Kuurungkan niatku lalu berjalan menjauhi. Sebentar kemudian aku kembali menghampirinya. Ku kuatkan diriku untuk membuka pintu itu. Dan setelah berkali-kali meyakinkan, berdirilah aku diluar ruangan itu. Seketika aku di buat bingung, kenapa aku keluar? Padahal aku merasa aman diruangan itu.
Ting...Tong...
Kudengar suara bell dari arah pintu utama. Membawaku berjalan kearah pintu itu. Tanganku perlahan menyentuh knop pintu, hanya menyentuh tanpa menggerakannya.
Ting...Tong...
Masih, aku hanya terdiam.
Ting...Tong...
Sayup kudengar suara seseorang di balik pintu. Membuat hatiku penasaran untuk melihatnya. Namun tidak dengan diriku, yang masih terdiam memandang lurus.
Ting...Tong...
Kubuka sedikit pintu itu untuk melihat siapa yang berada di baliknya. Saat pintu itu terbuka sedikit, kurasakan hawa lain. Hawa itu seperti pernah kurasakan, walau samar-samar tetapi aku masih mengingat rasanya. Saat hawa itu semakin menjalar, kurasakan pintu terdorong pelan. Membuat aku mundur perlahan.
Pintu itu hanya setengah terbuka. Tapi aku bisa melihat sosoknya. Dia berdiri dengan tangan menyentuh knop pintu disisi satunya.
"Permisi" ucapnya dengan senyum.
Aku menatapnya diam.
"Saya baru di lingkungan ini. Saya harus menghubungi seseorang tetapi kesulitan untuk menemukan telepon umum. Kira-kira anda tahu dimana saya bisa menemukan telepon umum?" tanya nya penuh harap.
Telepon umum? Kurasa kata itu sudah hampir bertahun-tahun lamanya tak kudengar.
"Ah iya, maafkan saya langsung bertanya tanpa memperkenalkan diri. Saya..."
"Disini tidak ada telepon umum." jawabku cepat.
Dia tidak melanjutkan kalimatnya dan hanya mengangguk bingung.
"A-ah begitu ya." Dia diam sejenak. "Kalau begitu, saya pamit dulu. Terimakasih untuk waktunya dan maaf jika saya mengganggu."
Dia tersenyum lagi. Lalu berbalik arah, berjalan menjauhi pintu.
Aku memandang punggungnya yang semakin jauh. Sosoknya benar-benar menghilang, bersamaan dengan hawa tadi.

No comments:

Post a Comment