Aku pernah bertemu seseorang. Dia
tersenyum dan mengatakan beberapa kata. Sambil terus tersenyum dia mendengarkan
aku menjawab. Lalu kami berpisah. Aku sempat tersesat. Dan dia datang untuk
menolongku, seakan aku dan dirinya sudah mempunyai ikatan batin. Lalu kami
berpisah lagi. Pertemuan pertama memberikan kesan tersendiri bagiku.
Tiba di tempat tujuan, aku
mengedarkan pandanganku, berharap menemukan sosoknya. Namun, nihil yang ku
terima. Dan aku meyakini, ini hanya kagum sesaat. Seakan dia mendengar seruan
hatiku dan menolak yang ku yakini tadi, sosoknya muncul di hadapanku. Dengan lucunya dia memperkenalkan diri. Aku
tersenyum, melihat tingkah lakunya. Dan semua berawal dari sini.
Siapa yang menyangka aku akan terus
bertemu dengan dirinya? Berbicara, bercanda, tertawa, pernah ku lakukan bersama
dirinya. Lalu kami dekat untuk beberapa
saat. Tak ada rasa canggung seperti saat pertama bertemu, kini kami berteman. Saling mendengarkan keluh kesah satu sama lain, menceritakan tentang kehidupan masing-masing, dan segala hal yang membuat kami tertawa bersama.
Semua baik-baik saja sampai
seseorang menyadarkan ada hal yang berubah dari diriku. Perasaanku. Dan aku baru
menyadari, bahwa aku menginginkan lebih dari sebuah pertemanan. Aku ingin, dia
dan aku menjadi kita, bukan hanya kami.
Tapi yang ku lakukan salah. Aku terlalu
terobsesi dengan kata ‘kita’, dan dia tetap bertahan dalam ‘kami’. Obsesi itu
membuatku bodoh dalam bertindak. Aku kehilangan dirinya..
Sekarang aku dan dia seperti tak
mengenal satu sama lain. Kami berjauhan, walau dekat. Ada jarak yang jauh dan
dalam untuk di loncati. Kini, kami memilih sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Tak ada canda dan tawa seperti dulu. Itu kenangan. Lalu kami berpisah lagi, dan
tak ada pertemuan selanjutnya..
Pertemuan itu kini adalah sebuah perpisahan..
No comments:
Post a Comment