Pages

Sunday, August 23, 2015

Friday, August 7, 2015

Hmm, ternyata begitu. Sudah kuduga.

Aku teringat cerita tentang kita.
Dimulai saat kita bertemu dulu, saat hujan deras di halte depan sekolah. Tak ada yang mengira bahwa kita akan menjadi teman dekat setelah hari itu kau tak sengaja menyenggol bahuku. Kita berkenalan lalu menjalin sebuah pertemanan yang awalnya biasa. Lalu waktu berjalan, membawa pertemanan biasa ini menjadi lebih dekat. Ya, kita menjadi lebih dari sekedar teman biasa.
Masih kuingat bagaimana wajah gugupmu saat mengatakan apa yang kau rasakan. Betapa senangnya dirimu saat aku mengatakan hal yang sama. Dan bagaimana rasanya saat untuk pertama kalinya kita berjalan berdampingan sambil bergandengan tangan dengan status yang berbeda.
Aku ingat saat itu. Karena hari-hariku terasa lebih menarik sejak saat itu. Kau, membawa suasana baru yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku juga ingat saat pertama kali kita menghabiskan waktu berdua di sebuah taman rekreasi. Bergandengan tangan dari satu wahana ke wahana yang lain, berfoto berdua dalam berbagai gaya, makan ice cream bersama, tertawa bersama dan juga istirahat karena kelelahan. Oh, dan makan malam sederhana yang istimewa, karena saat itu tepat sebulan kita bersama sebagai sepasang kekasih. Teringat bagaimana kau mengucapkan terimakasih dan mengatakan bahwa hari itu adalah hari terindah. Teringat bagaimana senyummu bahkan tak pernah hilang walau ku tahu kau lelah setelah seharian mencoba berbagai wahana. Kau terlihat sangat bahagia, begitupun aku.
Tapi aku sadar bahwa tak ada yang kekal di dunia ini, sama halnya dengan kebahagiaan. Bulan kedua dan ketiga kita dihadapkan oleh sesuatu yang mencoba memisahkan hubungan ini. Pertama kalinya kita marah besar karna hal yang sepele. Bagaimana sulitnya saat-saat itu, mengingat sebelumnya semua baik-baik saja. Sempat terucap kata untuk berhenti saja. Tapi kita beruntung, Tuhan masih tetap mengijinkan kita bersama. Malam itu kita memutuskan untuk bertemu dan membicarakan tentang hubungan yang sudah dua minggu tak tahu kejelasannya.
Di sebuah tempat makan biasa kita makan malam. Aku ingat saat waktu itu kita sedang serius membahas masalah hubungan ini saat seorang pengamen datang menyanyikan lagu yang sering kita nyanyikan. Ekspresi itu, aku mengingatnya. Masing-masing diri kita terdiam mendengar alunan musik yang membawa pikiran kita mengangat masa-masa indah dulu. Kita bertatapan sesaat setelah lagu itu selesai. Akhirnya kau membuka suara setelah terdiam cukup lama. Percakapan itu merubah semuanya.
"Kamu tau lagu itu, kan?" Dia menatapku dalam.
"Tau. Dulu kita sering nyanyi lagi itu." Aku mengenang saat dulu.
"Aku kangen saat-saat dulu." Dia
menggumamkan sederet kata itu. Dan aku mendengarnya.
"Aku juga."  Aku bergumam pelan
Membenarkan kalimatnya.
Tiba-tiba dia menggenggam tanganku. Hangat.
"Aku pikir, kita bisa mulai lagi dari awal."
Diam menatapku lagi. Aku mengangguk
"Aku pikir juga begitu."
"Jadi, kita mulai  semuanya malam ini. Kamu mau, kan?"
"Iya. Aku mau." Aku tersenyum. Sama seperti dia.
Mulai malam itu kita memulainya kembali.
Hari-hari selanjutnya terasa seperti dulu, saat pertama kali memulai hubungan ini. Dan setelahnya kita menjadi lebih dewasa dalam menyikapi masalah yang ada. Dan juga lebih terbuka.
Tak terasa setahun sudah kita bersama. Setelah kelulusan, kita dihadapkan oleh masalah yang lebih sulit. Jarak dan kepercayaan. Hubungan kita teruji kembali karena kita memilih jalan yang berbeda untuk tetap melanjutkan hidup. Kau memilih untuk meneruskan pekerjaan ayahmu, dan aku memilih menjalani hari sebagai mahasiswa di Indonesia. Jarak yang memisahkan kita bukan lagi tentang kota, provinsi dan pulau, tetapi benua. Jarak yang lebih jauh untuk sekedar bertemu melepas rindu. Masing-masing disibukkan dengan urusannya, kau dengan pekerjaanmu dan aku dengan tugasku. Sebisa mungkin komunikasi tetap kita lakukan meski perbedaan waktu yang kurang bersahabat.
Yakin. Satu kata yang selalu ku pegang dan ku rapalkan setiap hari. Aku yakin akhirnya akan bahagia. Aku yakin masing-masing dari kita saling menjaga kepercayaan. Aku yakin kau tak akan bermain sebagaimana diriku.
Keyakinan itu pun terwujud. Setelah berkutat dengan segala hal yang menyangkut perkuliahan selesai, kau memberi kejutan. Hari dimana aku wisuda, kau datang membawa bunga dan kerinduan. Aku menangis dalam pelukmu, terlalu bahagia. Lalu datang kejutan lain. Kau berlutut memegang sebuah benda berkilau, didepan ku dan di depan teman-teman serta orang tuaku. Kau melamarku. Hari itu terlalu bahagia. Lagi-lagi aku menangis terharu dipelukanmu. Melepaskan semua rasa rindu yang tertahan bertahun-tahun. Aku bahagia. Dan semakin bahagia saat kau mengatakan akan menetap di Indonesia. Jarak itu kini tak akan menggangu kebersamaan kita.
Untuk melepaskan rindu dan merayakan kedatanganmu serta kelulusanku, kita merencanakan liburan di sebuah pulau bersama dengan sahabat-sahabat. Sebuah pulau yang tidak terlalu ramai tapi mempunyai pemandangan yang indah. Hamparan pasir yang katanya putih (menurutku terlihat berwarna coklat), laut, pepohonan yang rindang, serta penduduk sekitar yang ramah. Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, kita memutuskan untuk istirahat terlebih dahulu. Lalu sorenya, kita berjalan di pesisir pantai. Masih dengan tanganmu yang menggenggam tanganku. Kau bercerita tentang berbagai hal. Aku tertawa saat kau menceritakan hal yang konyol dan kau juga tertawa saat menceritakannya. Kita tertawa bersama saat itu. Lalu kita duduk menunggu matahari terbenam. Sungguh indah saat itu, apalagi dengan hadirnya dirimu di sampingku. Duduk bersebelahan dengamu seperti yang biasa kita lakukan dulu.
Matahari semakin tenggelam berganti dengan langit senja yang indah. Kau pergi sebentat untuk mengambil minuman kaleng sedangkan aku tetap diam memandang langit dan laut. Dua hal yang bisa membuat orang tenang hanya dengan memandangnya.
Saat aku masih diam memandang laut, aku merasakan seseorang mengguncang bahuku pelan. Aku mengabaikannya karena masih tetap menikmati pemandangan. Guncangan di bahuku bertambah kencang dan membuatku kesal. Aku membalikkan badan untuk melihat siapa yang mengganggu waktu sendiriku. Saat aku berbalik, tiba-tiba semua menghitam.
Loh? Kok gelap?
Dalam kegelapan samar-samar aku mendengar sebuah suara. Tubuhku seperti  terguncang lagi. Aku memfokuskan suara itu agar lebih jelas terdengar. Guncangan itu semakin kencang. Lalu terdengar suara itu lagi. Kali ini lebih jelas.
"De...bangun, de. Mama mau kerja."
"Nggh..apaan ma?" Aku berusaha bangun dan mengucak mataku kasar.
"Mama mau kerja. Kamu jangan tidur terus dong. Kamu itu perempuan harusnya bangun pagi. Itu cucian yang di keranjang dicuci sekarang mumpung masih pagi biar siang udah kering terus-"
"Ma sekarang hari apa?" Aku memotong ceramah mama.
"Senin. Udah cepet bangun. Kamu ga kuliah?"
"Eh?" Aku bingung. Kuliah? Kan udah wisuda?
"Udah cepet bangun. Mama berangkat sekarang. Jaga rumahnya."
Lalu mama pergi meninggalkan aku yang masih kebingungan. Aku mengambil Handphone yang berada di meja belajar. Menatap layar yang menyala itu selama beberapa saat.
Kemudian aku menyadari sesuatu.
Tanggal, bulan dan tahun yang kulihat berbeda jauh dari saat aku berlibur di pantai.
Ternyata itu hanya mimpi.
Hmm..mimpi yang sangat panjang.
Tunggu, mimpi?
JADI, ITU HANYA MIMPI?!
Sial!