Pages

Tuesday, February 17, 2015

Misteri hilangnya angka tiga

Suatu sore, Pram berkunjung kerumah ’teman’nya, Ellen. Setelah membukakan pintu, Ellen mempersilahkan Pram duduk di ruang tamu lalu segera berlalu menuju dapur untuk mengambil minuman dan beberapa camilan. Sambil menunggu Ellen kembali, Pram melihat-lihat sekitar ruang tamu tersebut, dan matanya tertuju pada sebuah frame yang menggantung tepat di atas rak kecil berisi sepatu.  Merasa tertarik, Pram beranjak mendekati frame tersebut untuk melihat dengan lebih jelas apa yang tergambar disana. Setelah cukup jelas, Pram menautkan alisnya, heran melihat isi frame tersebut.

Pram lalu melanjutkan melihat-lihat frame yang tergantung di setiap dinding. Tepat setelah Pram selesai menjelajahi ruang tamu tersebut, Ellen datang membawa nampan berisi minuman dingin dan beberapa camilan.
“Ini, minumlah dan cicipi snack-nya. Maaf cuma punya ini doang, hehe..” Ucap Ellen sambil meletakkan nampan di atas meja.
Pram mengangguk, menyesap sedikit minumannya lalu memulau pembicaraan, “Kau suka memasang frame, ya? Permukaan dinding ini hampir penuh dengan frame.”
“Ya begitulah. Aku suka mengenang sesuatu dan membaginya. Jadi, semua foto ataupun gambar yang mempunyai kenangan atau makna tertentu pasti ku pajang.” Ellen ikut meminum sirup jeruknya.
“Termasuk gambar itu?” Pram menunjuk frame yang tadi membuat perhatiannya teralihkan.
“Iya, itu juga.” Ellen mengangguk setelah mengikuti kearah mana tangan Pram menunjuk.
“Apa istimewanya gambar itu? Bukankah itu hanya sebuah kotak dengan angka-angka?” Pram mengeluarkan apa yang dipikirkannya sejak tadi.
“Yap, itu memang hanya sebuah kotak dan angka yang sekilas tak berarti apapun. Tapi sebenarnya itu memiliki sesuatu yang tersembunyi.” Ellen menjelaskan secara garis besarnya saja yang malah membuat Pram semakin penasaran.
“Oh, aku ingat. Bukankah itu sebuah permainan? Sadako, kan?” Pram menunjukan telunjuknya keatas, seperti sudah menemukan sesuatu yang penting.
Sudoku, Pram. Itu permainan angka. Setiap kotak kecil harus diisi oleh angka-angka dari 1 sampai 9. Tapi dalam satu kota besar itu, tidak boleh ada angka yang sama dalam satu jajaran.”  Ellen menjawab dengan lancar.

Ellen lalu berjalan menghampiri frame tersebut, mengambilnya, lalu menaruhnya di meja dekat dengan nampan minuman tadi. “Coba kau perhatikan apa yang aneh dari gambar ini?”
“Masih ada beberapa kotak yang kosong. Menandakan permainan ini belum selesai, kan?”
Ellen mengangguk.
“Lalu kenapa kau memajangnya jika belum selesai?”
“Menurutmu angka berapa yang seharusnya mengisi kotak kosong tersebut?” Ellen mengambil camilan yang ada sambil memperhatikan Pram yang terfokus pada frame tersebut.
“Angka 3. Semua kotak yang kosong itu seharusnya berisi angka 3. Kenapa kau menghilangkan semua angka 3?” Pram menatap Ellen, seakan meminta penjelasan yang lebih jelas. 

Dia benar-benar penasaran dengan frame itu. Karena dari semua frame yang ada di ruang tamu itu, hanya frame ini saja yang menurutnya ‘aneh’. Frame yang lain berisi foto-foto saat wisata, foto saat masa sekolah, sampai foto kelulusan SMA nya pun ada disana. Tapi frame yang ini, sebuah frame berisi permainan Sudoku yang bahkan belum selesai, ikut menghiasi dinding ruang tamu tersebut.
“Aku benci angka 3” Ellen menjawab dengan singkat.
“Kenapa? Ayolah jangan membuatku penasaran.” Pram Nampak frustasi karena Ellen terus membuatnya penasaran.
“Aku hanya merasa bahwa angka 3 adalah angka yang egois. Hanya ada satu yang berpasangan, sedang yang satu lagi menyendiri. Tidak seperti angka 1 yang hanya sendirian atau angka 5 yang mempunyai dua pasangan.” Ellen menarik napas sebentar lalu melanjutkan kembali, “Itu seperti cinta segitiga. Hanya ada dua orang yang berbahagia. Dan membiarkan yang satu menderita. Aku merasa tidak adil.”
“Tapi angka lima dan angka ganjil lainnya juga meninggalkan satu yang tidak berpasangan. Lalu kenapa hanya angka 3 saja yang kau bilang tidak adil?” Pram tidak mengalihkan perhatiannya dari Ellen.
“Karena angka lain mempunya lebih dari 1 pasangan. Maksudnya bukan hanya mereka sendiri saja yang bahagia, tapi teman yang lainnya pun bahagia. Sedangkan angka 3? Hanya ada satu pasangan.”
“Oh oke, sepertinya aku paham maksudmu. Ckck..tak kusangka, frame ini ternyata memiliki makna yang cukup mengejutkan bagiku.” Pram mengangguk tanda paham. Rasa penasarannya pun sudah tergantikan dengan kekaguman.
“Yap. Ini juga seperti perselingkuhan. Dan aku benci perselingkuhan.” Ellen memperingatkan laki-laki di depannya.
“Wow, wow, tenang saja. Aku tidak akan menjadikan 2 ini seperti angka 3 itu. Hahaha..” Pram tertawa dengan renyah melihat tatapan gadis didepannya.

Sore itu dihabiskan dengan tawa diantara mereka berdua. Senja itu mengakhiri kebersamaan mereka berganti dengan kegelapan malam yang memaksa Pram untuk kembali pulang kerumahnya.

1 comment:

  1. Postingan yang berkualitas, deskripsi yang sangat jelas dan sangat informatif. Situs web Anda sangat membantu. Terima kasih banyak sudah berbagi !

    ReplyDelete