Suatu sore, Pram
berkunjung kerumah ’teman’nya, Ellen. Setelah membukakan pintu, Ellen
mempersilahkan Pram duduk di ruang tamu lalu segera berlalu menuju dapur untuk
mengambil minuman dan beberapa camilan. Sambil menunggu Ellen kembali, Pram
melihat-lihat sekitar ruang tamu tersebut, dan matanya tertuju pada sebuah
frame yang menggantung tepat di atas rak kecil berisi sepatu. Merasa tertarik, Pram beranjak
mendekati frame tersebut untuk melihat dengan lebih jelas apa yang tergambar
disana. Setelah cukup jelas, Pram menautkan alisnya, heran melihat isi frame
tersebut.
Pram lalu melanjutkan melihat-lihat frame yang tergantung di setiap dinding. Tepat setelah Pram selesai menjelajahi ruang tamu tersebut, Ellen datang membawa nampan berisi minuman dingin dan beberapa camilan.
“Ini, minumlah dan
cicipi snack-nya. Maaf cuma punya ini doang, hehe..” Ucap Ellen sambil
meletakkan nampan di atas meja.
Pram mengangguk,
menyesap sedikit minumannya lalu memulau pembicaraan, “Kau suka memasang frame,
ya? Permukaan dinding ini hampir penuh dengan frame.”
“Ya begitulah. Aku suka
mengenang sesuatu dan membaginya. Jadi, semua foto ataupun gambar yang
mempunyai kenangan atau makna tertentu pasti ku pajang.” Ellen ikut meminum
sirup jeruknya.
“Iya, itu juga.” Ellen
mengangguk setelah mengikuti kearah mana tangan Pram menunjuk.
“Apa istimewanya
gambar itu? Bukankah itu hanya sebuah kotak dengan angka-angka?” Pram
mengeluarkan apa yang dipikirkannya sejak tadi.
“Yap, itu memang hanya
sebuah kotak dan angka yang sekilas tak berarti apapun. Tapi sebenarnya itu
memiliki sesuatu yang tersembunyi.” Ellen menjelaskan secara garis besarnya
saja yang malah membuat Pram semakin penasaran.
“Oh, aku ingat. Bukankah
itu sebuah permainan? Sadako, kan?” Pram menunjukan telunjuknya keatas, seperti
sudah menemukan sesuatu yang penting.
“Sudoku, Pram. Itu
permainan angka. Setiap kotak kecil harus diisi oleh angka-angka dari 1 sampai
9. Tapi dalam satu kota besar itu, tidak boleh ada angka yang sama dalam satu
jajaran.” Ellen menjawab dengan lancar.
Ellen lalu berjalan
menghampiri frame tersebut, mengambilnya, lalu menaruhnya di meja dekat dengan
nampan minuman tadi. “Coba kau perhatikan apa yang aneh dari gambar ini?”
“Masih ada beberapa
kotak yang kosong. Menandakan permainan ini belum selesai, kan?”
Ellen mengangguk.
“Lalu kenapa kau
memajangnya jika belum selesai?”
“Menurutmu angka
berapa yang seharusnya mengisi kotak kosong tersebut?” Ellen mengambil camilan
yang ada sambil memperhatikan Pram yang terfokus pada frame tersebut.
“Angka 3. Semua kotak
yang kosong itu seharusnya berisi angka 3. Kenapa kau menghilangkan semua angka
3?” Pram menatap Ellen, seakan meminta penjelasan yang lebih jelas.
Dia
benar-benar penasaran dengan frame itu. Karena dari semua frame yang ada di
ruang tamu itu, hanya frame ini saja yang menurutnya ‘aneh’. Frame yang lain
berisi foto-foto saat wisata, foto saat masa sekolah, sampai foto kelulusan SMA
nya pun ada disana. Tapi frame yang ini, sebuah frame berisi permainan Sudoku yang
bahkan belum selesai, ikut menghiasi dinding ruang tamu tersebut.
“Aku benci angka 3”
Ellen menjawab dengan singkat.
“Kenapa? Ayolah jangan
membuatku penasaran.” Pram Nampak frustasi karena Ellen terus membuatnya
penasaran.
“Aku hanya merasa
bahwa angka 3 adalah angka yang egois. Hanya ada satu yang berpasangan, sedang
yang satu lagi menyendiri. Tidak seperti angka 1 yang hanya sendirian atau
angka 5 yang mempunyai dua pasangan.” Ellen menarik napas sebentar lalu
melanjutkan kembali, “Itu seperti cinta segitiga. Hanya ada dua orang yang
berbahagia. Dan membiarkan yang satu menderita. Aku merasa tidak adil.”
“Tapi angka lima dan
angka ganjil lainnya juga meninggalkan satu yang tidak berpasangan. Lalu kenapa
hanya angka 3 saja yang kau bilang tidak adil?” Pram tidak mengalihkan
perhatiannya dari Ellen.
“Karena angka lain
mempunya lebih dari 1 pasangan. Maksudnya bukan hanya mereka sendiri saja yang
bahagia, tapi teman yang lainnya pun bahagia. Sedangkan angka 3? Hanya ada satu
pasangan.”
“Oh oke, sepertinya
aku paham maksudmu. Ckck..tak kusangka, frame ini ternyata memiliki makna yang
cukup mengejutkan bagiku.” Pram mengangguk tanda paham. Rasa penasarannya pun
sudah tergantikan dengan kekaguman.
“Yap. Ini juga seperti
perselingkuhan. Dan aku benci perselingkuhan.” Ellen memperingatkan laki-laki
di depannya.
“Wow, wow, tenang
saja. Aku tidak akan menjadikan 2 ini seperti angka 3 itu. Hahaha..” Pram
tertawa dengan renyah melihat tatapan gadis didepannya.
Sore itu dihabiskan dengan
tawa diantara mereka berdua. Senja itu mengakhiri kebersamaan mereka berganti
dengan kegelapan malam yang memaksa Pram untuk kembali pulang kerumahnya.
Postingan yang berkualitas, deskripsi yang sangat jelas dan sangat informatif. Situs web Anda sangat membantu. Terima kasih banyak sudah berbagi !
ReplyDelete